Halaman

Rabu, 04 September 2013

REPOSISI PARADIGMA : IMPOR DAGING DAN PETERNAKAN RAKYAT MENUJU SWASEMBADA DAGING NASIONAL


REPOSISI PARADIGMA : IMPOR DAGING DAN PETERNAKAN RAKYAT MENUJU SWASEMBADA DAGING NASIONAL


5 September 2013 By : zia zannititah pawana
 


Reposisi berasal dari kata “re” dan “posisi”. “re” memiliki makna kembali/ulang sedangkan posisi berarti tempat atau lokasi. Secara umum pengertian reposisi adalah penempatan kembali sesuatu pada tempat semula. Paradigma memilik makna cara pandang terhadap sesuatu permasalahan, model, kerangka dan cara berpikir terhadap suatu obyek. Reposisi Paradigma tentang impor daging dan peternakan rakyat menuju swasembada daging berarti ada yang kurang tepat mengenai impor daging sapi, sehingga diperlukan paradigma baru untuk menempatkan para peternak pada tempatnya semula atau tempat yang baru guna optimalisasi produksi daging sapi dalam jumlah yang cukup, sehingga pendapatan dan kesejahteraannya meningkat.
Perkembangan supply dan demand daging sapi Indonesia kerbau selama kurun waktu tahun 2005-2009 menunjukkan bahwa trend pemenuhan konsumsi daging sapi Indonesia berkecenderungan mengarah ke jebakan pangan “food trap” yaitu lebih dari 50% konsumsi daging sapi dipenuhi dari impor.
Semenjak diberlakukannya program Swasembada daging sapi 2014 (PSDS 2014) tentunya dengan evaluasi program sebelumnya maka pada tahun 2011 Indonesia memperoleh momentum baru untuk melaksanakan Program Swasembada Daging Sapi yaitu dengan dilaksanakannya Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau dengan metode sensus bekerja sama dengan BPS. Maka sejak tahun 2011 porsi impor terus menurun dan pada tahun 2014 porsi diharapkan kurang dari 10%.
Tabel 1. Road Map Swasembada Daging Sapi 2010-2014


Perubahan ini memerlukan cara pandang baru atau reposisi paradigma tentang impor daging dan memerankan peternakan rakyat lebih besar dan menjadi tulang punggung menuju swasembada berkelanjutan.
Perkembangan Import Daging dan Sapi Bakalan tahun 1993-2012


Grafik pertumbuhan populasi sapi, impor daging dan sapi bakalan serta pemotongan ternak.
Berdasarkan grafik tersebut diatas didapatkan beberapa kesimpulan yakni (1) Puncak importasi sapi bakalan dan daging terjadi pada tahun 2009. Padahal pertumbuhan populasi sapi lokal tumbuh sebesar 5,3% per tahun, sedangkan pemotongan ternak berkisar 1,6 – 2 juta ekor per tahun. (2) pada pertengahan tahun 2011 reposisi dimulai dibuktikan dengan menurunnya jumlah impor daging dan sapi bakalan.

Masalah yang Dihadapi
Masalah yang dihadapi selama ini dikelompokkan menjadi tiga sisi yakni sisi Supply, sisi Demand dan sisi distribusi. 
1. Sisi Supply

Ketidakpercayaan beberapa pihak terhadap data yang berkembang saat ini khususnya populasi ternak sapi dan kerbau. Data populasi ternak sapi dan kerbau (table 1) tidak dipercaya sebagai data real yang kemudian menyimpulkan akan terjadinya swasembada pada tahun 2014. Oleh karena itu perlu dilakukan pendataan ulang.
Selain itu parameter teknis berat badan dan konversi karkas sapi yang dinilai terlalu tinggi (bukan 51% tetapi hanya 47%).  
2. Sisi Demand
Angka konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia per kapita per tahun dinilai terlalu rendah yaitu hanya sekitar 2 kg per kapita per tahun.
3. Sisi Distribusi
Dihembuskan berbagai isu di media massa tentang kelangkaan daging sebagai akibat tidak adanya stock ternak rakyat, sehingga harga daging menjadi mahal.

Kementrian Pertanian menyampaikan beberapa solusi untuk menjawab ketiga sisi tersebut diatas pada acara Rapat Kerja Nasional Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) di Makassar (30/3).
Solusi yang telah dan akan dilakukan adalah :
Sisi Suply :
Dilakukan Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau (PSPK2011) dengan metode Sensus kerjasama dengan BPS.
Dilakukan survey karkas bekerja sama dengan Perguruan Tinggi yang hasilnya konversi karkas memang sebesar 50-51% dari berat hidup.
Sisi Demand :
Dilakukan berbagai pertemuan yang melibatkan para ahli statistik, ahli gizi, ekonomi pertanian, BPS, stakeholders, yang menyimpulkan konsumsi riil daging sapi kerbau masyarakat Indonesia memang sekitar 2,2 kg pada tahun 2012.
Sisi Distribusi
  1. Harga daging mahal hanya terjadi di Jabodetabek saja, sebagai akibat para pelaku usaha masih berorientasi bisnis sapi dan daging impor. Sehingga aliran ternak lokal ke pasar dan tempat pemotongan di Jabodetabek mengalami hambatan.
  2. Memperlancar distribusi ternak lokal dengan kerjasama Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN untuk membuat kapal khusus ternak, menghidupkan angkutan kereta api ternak sapi dan daging sapi, dan memperbaiki fasilitas dermaga untuk ternak.
  3. Mempertemukan langsung antara para pelaku usaha yaitu para peternak/ kelompok ternak dan para SMD dengan Rumah Potong Hewan (RPH), Hotel Restoran Katering (Horeka),  sehingga memungkinkan terjadinya penjualan langsung sapi atau daging tanpa melalui perantara. Pertemuan ini telah menghasilkan kontrak-kontrak dagang khususnya untuk memenuhi kebutuhan Jabodetabek. 
  4. Surat Edaran Bersama antara Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri yang meminta para Gubernur di daerah sentra produksi untuk membina Bupati/ Walikota dapat menjamin kesinambungan pasokan sapi atau daging sapi untuk Jabodetabek
Alasan Perlunya Reposisi
  1. Untuk merealisir amanat UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan UU No.18 Tahun 2012 tentang pangan yang menggariskan perlunya pemanfaatan sumberdaya lokal peternakan ke arah Kedaulatan Pangan.
  2. Mengembalikan Posisi Peternak Sapi kerbau Lokal yang sempat jatuh posisinya sehingga harga ternak sapi turun.
  3. Diterbitkannya blue print dan road map Program Swasembada Daging Sapi yang lebih sesuai dengan perkembangan.
  4. Menjadikan posisi peternak lokal dari price taker  menjadi price leader  sehingga pendapatan dan kesejahteraan meningkat.
  5. Pemberdayaan peternak sapi kerbau lokal yang berjumlah 6,4 juta Rumah Tangga Peternak.
  6. Menurunkan porsi impor secara bertahap sesuai dengan perkembangan ternak sapi kerbau lokal.
  7. Memberi Pengertian bahwa swasembada tidak semata-mata untuk menurunkan impor tetapi untuk pendapatan dan kesejahteraan peternak.
Strategi
Memasuki tahun ke -3 pelaksanaan PSDSK, strategi untuk mencapai swasembada daging sapi dan kerbau sampai tahun 2014 sebagai berikut :
Hulu 
Pembenahan perbibitan melalui penguatan UPT perbibitan baik UPT pusat ataupun daerah melalui pengembangan perbibitan bekerjasama masyarakat.
On Farm
a.       Pemberian pakan yang cukup baik kuantitas maupun kualitas khususnya di Sentra Populasi dan Produksi sapi kerbau di Indonesia Bagian Timur melalui padang penggembalaan dan perbaikkan embung-embung sebagai sumber air untuk ternak dan penerapan teknologi pakan lainnya.
b.      Program penggemukan dan tunda jual untuk meningkatkan berat badan potong karena 85% ternak sapi kerbau yang dipotong dalam kondisi kurus dan sedang.
c.       Penurunan angka kematian ternak dari 3,5% ke 1,65% dan penurunan angka kesakitan dari  35% ke 25% melalui pemberantasan penyakit hewan menular dan tidak menulur.
d.      Revitalisasi Rumah Potong Hewan (RPH) yang ditargetkan akan memperbaiki 54 RPH sampai tahun 2014.
Hilir
Memperbaiki dan meningkatkan indeks distribusi dari 0,61 ke 0,71 melalui perbaikan distribusi dan tataniaga sapi, kerbau dan daging yaitu kerjasama dengan Kementerian Perhubungan, BUMN untuk angkutan ternak hidup dan daging
 

Minggu, 01 September 2013

Cita-cita ber-Swasembada Daging Sapi 2014 Indonesia Tercapai #Semoga



Cita-cita ber-Swasembada Daging Sapi 2014 Indonesia Tercapai #Semoga
7 April 2014,

Indonesia kembali merencanakan program untuk mensukseskan swasembada daging sapi 2014 (PSDS 2014) yang merupakan kelanjutan program sebelumnya yakni Swasembada daging 2005 dan percepatan swasembada daging sapi (P2SDS) 2010 yang kemudian telah gagal dicapai. Guna mencapai kedaulatan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya local, PSDS 2014 merupakan salah satu program dari 21 program utama departemen pertanian (blue print).

Program ini merupakan sebuah peluang sebagai pemacu dalam mengembalikan Indonesia sebagai eksportir sapi. Cita-cita ini menjadi tidak mudah karena pada tahun 2010 proporsi impor daging Indonesia mencapai 53% dari kebutuhan nasional. Apapun bisa terjadi, bahkan salah satunya adalah semakin tingginya angka impor daging. Apabila ini terjadi Indonesia untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan hewani khususnya daging sapi semakin jauh dari harapan. Impor yang awalnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan daging local ternyata justru telah mengganggu perekonomian usaha agribisnis sapi potong lokal.

Tabel. Road Map Swasembada Daging Sapi 2010-2014


Pergerakan dan perkembangan populasi sapi selama kurun waktu 2010-2014 akan mengalami kenaikan, dari 16,3 juta ekor menjadi 19,7 juta ekor. 

Penyediaan daging untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi nasional adalah ditampilkan pada diagram tersebut di atas. Penyediaan daging dari produk local mengalami peningkatan kuantitas mulai dari tahun 2010-2014, sebaliknya penyediaan daging dari impor mengalami penurunan. Pada tahun 2014 Indonesia impor daging sebesar 9,83%.
Berdasarkan data impor daging sapi tersebut diidentifikasikan bahwasanya pada tahun 2014 Indonesia akan Swasembada daging sapi. Indonesia dikatakan Swasembada ketika angka impor dibawah 10%.
Data yang telah diolah pemerintah tersebut merupakan sebuah cita-cita Indonesia yang kemudian ingin dicapai. Kedaulatan pangan Indonesia menjadi impian semua masyarakat, Indonesia Sembada, kedaulatan pangan ada, Indonesia sejahtera.
Penulis : zia zannititah pawana (@kaptenzztp)