PERAN TANAMAN PAKAN DALAM INTERVENSI
PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN*)
Oleh
Sumarsono
Laboratorium Ilmu Tanaman Makanan Ternak
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Pertanian berwawasan lingkungan adalah pengembangan sistem pertanian yang
spesifik lokasi dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem. Pertanian merupakan kegiatan menanami tanah dengan tanaman
tertentu yang diharapkan kemudian menghasilkan sesuatu yang dapat dipanen. Masa depan pertanian di Indonesia sangat
tergantung pada keberhasilan atau
kemajuan teknologi pertanian lahan kering.
Usaha tani lahan kering banyak terletak pada daerah berlereng. Telah banyak diketahui bahwa di daerah
tropika basah, air merupakan penyebab erosi tanah yang utama.
Perlakuan atau tindakan oleh manusia terhadap
tanah dan tumbuh-tumbuhan akan menentukan produktivitas tanah. Mengingat arti penting tanah untuk proses
produksi pertanian, maka suatu keharusan untuk mencegah dan melindungi tanah
dari segala bentuk kerusakan, agar dapat diperoleh produksi yang tetap tinggi
dalam waktu yang tidak terbatas. Pengembangan sistem pertanaman berpeluang
untuk melibatkan sumberdaya tanaman pakan. Keberadaan ternak lebih lanjut akan
berperan sebagai sumber tambahan pendapatan, mengembalikan kotoran sebagai
pupuk organik, memanfaatkan limbah tanaman pertanian dan sumber tenaga kerja
dalam membantu mengolah tanah.
Salah satu cara intervensi tanaman pakan dalam
sistem pertanaman dapat dilakukan melalui sistem tumpangsari. Penerapan sistem tumpangsari mempunyai
peluang besar melibatkan leguminosa tanaman pakan yang sekaligus berfungsi
sebagai penutup tanah. Melalui
pengaturan pola tanam, leguminosa tanaman pakan tidak menekan hasil tanaman
utama, kemampuan fiksasi nitrogen tanaman leguminosa antara 123 – 499 kg
N/ha/tahun atau lebih dapat menggantikan kebutuhan pemupukan nitrogen. Transfer nitrogen dari hasil fiksasi nitrogen
leguminosa ke tanaman lain selama pertumbuhan kurang efektif. Cara meningkatkan efektivitas transfer hasil
fiksasi nitrogen ini dapat dengan menggunakan tanaman leguminosa sebagai pupuk
hijau, atau mengembalikan nitrogen dari kotoran ternak karena tanaman
leguminosa digunakan sebagai hijauan pakan bersama jerami tanaman pangan.
_____________________________________________________
*) Makalah Utama disajikan dalam Silaturahmi Ilmiah Internal
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro
Semarang, 29 Maret 2006.
PENDAHULUAN
Pertanian adalah pengertian terhadap
kegiatan menanami tanah dengan tanaman tertentu yang diharapkan kemudian
menghasilkan sesuatu yang dapat dipanen.
Kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia dalam mengubah
komunitas tumbuhan alami dan siklus hidupnya.
Dalam pertanian modern campur tangan manusia semakin tinggi dalam bentuk
masukan bahan kimia pertanian dan pilihan keanekaragaman tanaman. Sistem
pertanian dibedakan antara system pertanaman tunggal dan pertanaman ganda. Petanaman tunggal tidak mempunyai kendala di
daerah yang tercukupi kebutuhan air irigasinya atau curah hujan yang cukup,
tetapi di daerah lahan kering dengan curah hujan yang terbatas banyak mempunyai masalah. Masalah yang sering muncul adalah degradasi
tanah, kehilangan tanah karena erosi dan pencucian hara sehingga menyebabkan
penurunan hara makro dan mikro. Dalam
kondisi ini pengembalian biomassa sangat sedikit atau tidak ada baik secara
langsung atau tidak langsung melalui kotoran ternak.
Masa depan pertanian di Indonesia
sangat tergantung pada keberhasilan atau
kemajuan teknologi pertanian lahan kering.
Usaha tani lahan kering banyak terletak pada daerah berlereng. Telah banyak diketahui bahwa di daerah
tropika basah, air adalah merupakan penyebab erosi tanah yang utama. Air hujan yang jatuh menimpa tanah-tanah
terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi.
Sebagian air hujan tersebut mengalir di atas permukaan tanah, banyaknya
air yang mengalir di atas permukaan tanah tergantung pada kapasitas infiltrasi
tanah. Kekuatan merusak air yang
mengalir di atas permukaan akan semakin besar dengan makin curam dan makin
panjangnya lereng permukaan tanah
Perlakuan atau tindakan yang diberikan
manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan akan menentukan produktivitas
tanah. Dengan mengingat arti penting tanah
untuk proses produksi pertanian, maka suatu keharusan untuk mencegah dan
melindungi tanah dari segala bentuk kerusakan, agar dapat diperoleh produksi
yang tetap tinggi dalam waktu yang tidak terbatas. Pada lahan kering dengan
kemiriringan yang tinggi, maka perlu diterapkan sistem pertanaman yang
mengkombinasikan bersama tanaman yang mempunyai fungsi sebagai tanaman
konservasi tanah. Pengembangan sistem
pertanaman ini akan lebih bermanfaat apabila melibatkan tanaman pakan sebagai
sumber pakan. Keberadaan ternak lebih lanjut akan berperan sebagai sumber
tambahan pendapatan, mengembalikan kotoran sebagai pupuk organik, memanfaatkan
limbah tanaman pertanian dan sumber tenaga kerja dalam membantu mengolah tanah.
SUMBERDAYA
TANAMAN PAKAN
Pakan dapat dipandang sebagai bahan
baku yang dapat dikonsumsi oleh hewan
ternak untuk memenuhi kebutuhan energi
dan atau zat nutrisi dalam ransum makanannya.
Bagian besar pakan ketersediaannya
tergantung dari tanaman pakan.
Keberadaan sumberdaya tanaman pakan dipengaruhi oleh unsur lingkungan baik fisik maupun hayati
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Sistem penyedian pakan di
Indonesia mempunyai karakteristik ketergantungan terhadap sistem pertanian yang
ada di suatu wilayah.
Pengelolaan sumberdaya tanaman pakan
dimaksudkan sebagai usaha manusia dalam mengubah ekosistem sumberdaya
lingkungan produksi pakan agar manusia memperoleh manfaat yang maksimal dengan
mengusahakan kontinyuitas produksinya. Mengutip Bishop Toussaint dalam Soeriatmadja
(1981) sumberdaya (resources)
adalah input proses produksi, sehingga
sumberdaya pakan adalah ketersediaan input proses produksi dalam usaha
peternakan. Sedangkan menurut Chapman dalam
Soeriatmadja (1981) sumberdaya adalah
hasil penilaian manusia terhadap unsur-unsur lingkungan, sehingga sumberdaya
pakan adalah penilaian manusia terhadap unsur-unsur lingkungan yang mendukung
ketersediaan pakan. Penilaian terhadap
unsur-unsur lingkungan dalam sumberdaya pakan
dapat dilakukan dalam tiga tingkat, yaitu total ketersediaan, potensi
dan cadangan riel. Ketersediaan total
menyangkut unsur lingkungan yang mungkin
sebagai sumberdaya pakan jika dapat diperoleh meliputi lahan dan jenis
komunitas tanaman yang ada yang dapat diperuntukkan untuk penyediaan
pakan. Potensi adalah bagian dari total
ketersediaan yang dapat diperoleh karena
tidak seluruh tidak seluruh yang tersedia dapat diperoleh untuk penyediaan
pakan. Demikian juga dari bagian potensi tidak seluruhnya dapat menjadi cadangan nyata karena hanya sebagian dari
sumberdaya yang diketahui pasti dapat diperoleh akibat kompetisi peruntukan
dengan kepentingan lain.
Kelangkaan Sumberdaya bisa terjadi karena terbatasnya ketersediaan
sumberdaya pada suatu tempat sehingga tidak memenuhi kebutuhan lokal atau
wilayah tertentu (Yakin, 1997).
Kelangkaan juga bisa terjadi karena sumberdaya tersebut hanya
terkonsentrasi di suatu tempat tetapi dibutuhkan di tempat lain, karena proses
distribusi yang terhambat. Kelangkaan
bisa juga terjadi karena digunakan secara terus menerus dari waktu ke waktu
sehingga stok menjadi berkurang atau habis.
Pemasalahan kelangkaan sumberdaya tanaman
pakan karena 1) Potensi tergantung pada system pertanian yang ada, 2)
Ketersediaan berfluktuasi tergantung musim dan pola produksi, 3) Sejumlah sumberdaya tanaman pakan
mempunyai nilai manfaat rendah. Aspek pertama perlunya mengenali sistem,
identifikasi sumberdaya potensial, identifikasi kesesuaian lahan, upaya-upaya
intervensi peningkatan potensi sumberdaya tanaman pakan baik jenis-jenis
(kualitatif) maupun ketersedian (kuantitatif). Pada aspek kedua perlunya mengenali
fluktuasi ketersedian tanaman pakan akibat adanya musim hujan dan kemarau yang
mempengaruhi pola produksi sehingga diperlukan upaya menjaga kontinyuitas
ketersediaan melalui tindakan-tindakan penganekaragaman sumberdaya pakan.
Selanjutnya karena sejumlah bahan pakan mempunyai nilai manfaat rendah sehingga
diperlukan upaya-upaya agar nilai manfaat meningkat.
Sumberdaya tanaman pakan pada umumnya
mengandalkan berbagai jenis tanaman hijauan pakan kelompok rumput-rumputan (Gramineae)
dan leguminosa (Leguminoseae). Namun mengandalkan sumberdaya tanaman hijauan
pakan ini secara kuantitatif, kualitatif dan kontinyuitas sulit diharapkan
karena ketersediaan alokasi lahan yang diperuntukkan. Sumberdaya pakan yang potensial adalah
pemanfaatan limbah pertanian dan industri pertanian. Di daerah pertanian lahan kering dapat
diharapkan ketersediaan jerami padi, jerami jagung, pucuk tebu, juga jerami
kacang tanah dan kedelai, disamping hasil pengolahan hasil pertanian katul dan
berbagai bungkil.
PERTANIAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN
Pendekatan pertanian berwawasan
lingkungan adalah pendekatan yang dimulai dengan pendekatan ekosistem. Pertanian berwawasan lingkungan didekati
dengan prinsip hutantani (agroforestry) atau pertanaman campuran dan perhatian
khusu pada pasokan bahan organik sebagai indikator. Pendekatan ekosistem
pertanian selanjutnya dikenal sebagai agroekosistem menekankan dua prinsip
dasar akibat penerapan teknologi.
Agroekosistem berasal dari kata
sistem, ekologi dan agro. Sistem adalah
suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan
pengaruh-mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal
balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem yang terdiri dari komponen biotic dan
abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran energi dan siklus nutrisi).
Pengertian Agro = Pertanian dapat berarti sebagai kegiatan produksi/industri biologis yang
dikelola manusia dengan obyek tanaman dan ternak. Pengertian lain dapat meninjau sebagai
lingkungan buatan untuk kegiatan budidaya tanaman dan ternak. Pertanian dapat
juga dipandang sebagai pemanenan energi matahari secara langsung atau tidak
langsung melalui pertumbuhan tanaman dan ternak (Saragih, 2000). Agroekosistem
dapat dipandang sebagai sistem ekologi pada lingkungan pertanian.
Pendekatan agroekosistem berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan
akibat penerapan sistem pertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah
pertanian spesifik akibat penggunaan masukan teknologi (Sutanto, 2002). Masalah lingkungan serius di pedesaan dan
pertanian adalah kerusakan hutan, meluasnya padang alang-alang, degradasi lahan
dan menurunnya lahan kritis, desertifikasi, serta menurunnya keanekaragaman.
Masalah lingkungan ini sebagai akibat adanya lapar lahan seiring meningkatnya
populasi penduduk, komersialisasi pertanian, masukan teknologi pertanian dan
permintaan konsumsi masyarakat.
Tujuan pertanian berwawasan
lingkungan adalah mengembangkan sistem
pertanian yang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem
(Widjajanto dan Sumarsono, 2005).
Melalui sistem ini diharapkan terjadi pengembangan sistem pertanian yang
sesuai dengan kondisi lingkungan. Sistem pertanian spesifik lokasi bertujuan
untuk meningkatkan produktivitas tanah sesuai kondisi agroekosistem dilandasi
masukan teknologi rendah, dan sekaligus memperbaiki keseimbangan ekosistem
karena memadukan aspek agronomi dan ekologi.
Komponen Agroekosistem adalah :
Petani., Lahan – tanaman, .Ternak. dan
Manajemen/teknologi. Pendekatan agroekosistem
dalam peternakan adalah pengembangan peternakan dalam keterpaduan wilayah
pertanian spesifik. Dengan demikian
pendekatan agroekosistem dalam pengelolaan sumberdaya pakan adalah pengelolaan
potensi dan pemanfaatannya dalam keterpaduan wilayah pertanian dan pengembangan
peternakan. Kepentingan pendekatan agroekosistem adalah : 1) Keterpaduan
komponen AES untuk kepentingan ekonomis,
2) Keterpaduan komoditas untuk proses produksi hulu ke hilir 3) Keterpaduan wilayah untuk
kelestarian lingkungan hidup / sumberdaya alam.
INTERVENSI TANAMAN PAKAN
Pola Tanam Tumpangsari
Pola tanam tumpangsari adalah suatu
pertamanan dua jenis atau lebih tanaman cultivar pada bidang tanah dan waktu
yang sama dengan membentuk baris – baris yang teratur untuk tiap jenis tanaman
(Thahir, 1985). Pola tanam tumpangsari dapat dengan cara penambahan atau cara
penggantian sebagian populasi tanaman utama. Beets (1982) menegaskan bahwa,
pola tanam tumpangsari adalah bentuk pertamanan campuran antara jenis – jenis
tanaman yang ditanam dalam jarak dan baris – baris yang teratur. Salah satu
bentuk pola tanam tumpangsari termasuk juga pertamanan campuran antara tanaman
ekonomi dengan tanaman makanan ternak (Humphreys, 1979).
Pertanaman campuran yang termasuk di
dalamnya adalah pola tanam tumpangsari. Pada umumnya bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas tanah, karena meningkatnya jumlah energi radiasi
matahari yang mampu ditangkap oleh tajuk tanaman (Soeriatmadja, 1981; Ofori dan
Stern, 1987). Menurut Wahua dan Miller (1978), pola tanam tumpangsari sangat
populer di kalangan petani skala kecil di daerah tropika dan sub-tropika,
karena (1) memberikan imbangan suplai nutrisi, energi dan protein, (2)
memaksimumkan keuntungan dan penggunaan sumberdaya lingkungan, (3) sebagai
kontrol terhadap tanaman pengganggu, (4) menekan risiko usaha tani, dan (5)
mempertahankan kesuburan tanah. Pertanaman campuran juga mempunyai manfaat
untuk mencegah erosi (Sitanala, 1983), untuk mencegah kecenderungan peningkatan
populasi hama (Sutater, 1981), dan sebagai modifikasi penggunaan pupuk hijau
(Rosa et al, 1980; Kang, Wilson dan
Sipkens, 1981). Shelton dan Humphreys (1975), Humphreys (1979) dan Helsel dan
Wedin (1981) memperoleh manfaat dari pertanaman campuran tanaman pakan dan
tanaman pangan untuk meningkatkan penyediaan hijauan pakan dan meningkatkan
efisiensi manfaat jerami dari tanaman utama.
Hasil per satuan luas dari masing –
masing tanaman dalam tumpangsari pada umumnya lebih rendah dibandingkan hasil
dalam monokultur (Donald, 1963 dan Trenbath, 1974). Walaupun demikian
seringkali hasil per individu tanaman masing – masing atau salah satu justru
meningkat, sehingga masing – masing atau salah satu menjadi lebih tinggi
daripada pola tanam monokulturnya. Keadaan ini bisa apabila yang
ditumpangsarikan adalah jenis leguminosa dan kesuburan tanahnya rendah (Agboola
dan Fayemi, 1972; Ofori dan Stern, 1987).
Ahmed dan Rao (1982) menunjukkan
bahwa, pola tanam tumpangsari tanaman jagung dengan kedelai dapat meningkatkan
produktivitas tanah. Nilai NKT tumpangsari jagung dan kedelai adalah 1.64
apabila tanpa pemupukan nitrogen, dan diperoleh 1.42 apabila diberi pemupukan
nitrogen sesuai dosis rekomendasi. Hasil ini memperlihatkan bahwa, efisiensi
biologis yang diukur dari nilai NKT, pola tanam tumpangsari mempunyai efisiensi
64% dan 42% lebih tinggi daripada monokulturnya.
Francis et
al (1982)a menyimpulkan dari tumpangsari jagung dengan kacang
jogo (Phaseolus Vulgaris L) bahwa,
kepadatan tanaman kacang jogo tidak mempengaruhi hasil biji jagung, sebaliknya
kepadatan tanaman jagung menekan hasil biji kacang jogo. Peneliti yang sama
juga menyimpulkan bahwa, kompetisi sesama jenis (intra – specific) lebih kuat
daripada kompetisi antar jenis (inter – specific). Agustina (1980) yang meneliti
pada tanaman yang sama mendapatkan bahwa, apabila tanaman jagung ditanam dengan
jarak 120 cm antar baris, maka tanaman kacang jogo yang ditumpangsarikan masih
dapat menerima radiasi matahari 80% sampai 97% pada umur 65 hari setelah tanam.
Pola
tanam tumpangsari disimpulkan sangat bermanfaat bagi petani skala kecil karena
mengalami kesulitan penyediaan pupuk nitrogen (Kang et al, 1981; Ahmed dan Rao,
1982). Pola tanam tumpangsari antara tanaman lamtoro dan jagung juga telah
banyak dilaporkan, terutama dimaksudkan untuk memperoleh pupuk nitrogen –
organik dari daun lamtoro (Mendoza et al,
1981; Kang et al, 1981; Palled et al, 1983).
Mendoza
et al (1981) melaporkan bahwa, pemotongan pertama hijauan lamtoro menghasilkan
59 sampai 74 kg N/ha, penggunaannya sebagai pupuk hijau dalam tumpangsari
dengan jagung setara dengan 45 – 90 kg N / ha pupuk buatan. Kang et al (1981)
mendapatkan bahwa, pemotongan hijauan lamtoro menghasilkan 180 – 250 kg
N/ha/tahun, penggunaannya sebagai pupuk hijau dalam budidaya lorong mampu
mempertahankan produksi biji jagung 3.8 ton/ha. Rosa et al (1980) mendapatkan
bahwa, tanaman lamtoro yang ditanam diantara baris tanaman jagung dengan jarak
tanam 100 cm dengan kepadatan tanaman lamtoro 10, 15, dan 20 cm jarak tanam
dalam baris, dari pemotongan hijauan diperoleh berturut – turut 102, 115, dan
126 kg N / ha. Penggunaannya sebagai pupuk hijau diperoleh dari tiga kali
pemotongan, hasil yang diperoleh dari biji jagung adalah 70, 73, dan 71 g per
individu tanaman. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan tanpa pemupukan yang
hanya diperoleh biji jagung 49 g per individu tanaman. Hasil penelitian
Sumarsono et al (1985) menunjukan
produksi biji jagung tumpangsari lebih tinggi dibanding tunggal yang menerima
pupuk N rendah (Tabel 1). Walaupun produksi jagung masih lebih tinggi dengan
pemupukan N tinggi (Sumarsono, 1989), tetapi produksi hijauan pakan dari
lamtoro dan jerami jagung diperoleh dalam tumpangsari jagung – lamtoro.
Peranan
Leguminosa
Suatu
pertanaman produktif setiap tahun menguras nitrogen sekurang – kurangnya 200
kg/ha dari tanah (Middleton, 1981). Kasus pada tanaman rumput yang mengandung
nitrogen 2 – 3 %, setiap 2 ton bobot kering hijauan memerlukan 50 kg N dari
tanah (Ahlgreen, 1956), Menurut
Whitehead (1970), rumput – rumputan setiap tahunnya dapat memproduksi nitrogen
180 – 238 kg/ha dalam hijauannya tergantung jenis tanamannya. Pertanaman ini
harus dipupuk dengan 326 kg N/ha/tahun, dengan rata – rata pemberian setiap pemanenan
70 kg N, apabila pemanenan dilakukan 4 – 5 kali per tahun. Hasil penelitian
Vicente – Chandler, Figarella dan Silva (1961), dilaporkan bahwa rumput pangola
yang dipupuk 800 kg N/ha/tahun dengan interval pemotongan 60 hari diperoleh
kadar protein kasar hijauan 10.8%.
Pemenuhan kebutuhan nitrogen dapat mengandalakan
leguminosa dalam pertanaman. Leguminosa hijauan pakan mampu mengikat nitrogen dari
udara antara 100 – 400 kg N/ha/tahun (Henzel dan Vallis, 1975). Varietas baru Leucaena Latisiliqua yang diseleksi di
Hawai dan Australia mampu menghasilkan 900 kg N/ha/tahun (Whitney, 1975). Pada
lingkungan terkontrol Stylosanthes
humilis mampu mencapai hasil 1,5 ton/ha/tahun (Whiteman, 1974). Desmodium intortum banyak digunakan di
Hawaii, dibuktikan mampu menghasilkan 400 kg N/ha/tahun (Whitney, Kanehiro dan
Skerman, 1967). Tanaman centro mampu mengfiksasi nitrogen minimal 123 – 132 kg
N/ha/tahun (Whitney et al, 1967).
Hasil tertinggi yang diperoleh peneliti adalah 269 kg N/ha/tahun. Menurut Moore
(1960), pada pertanaman campuran centro dengan Cynodon plectostachyus, Centro dapat menyumbangkan 280 kg
N/ha/tahun kepada pastura tersebut. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh
Nutman (Frederick, 1978) didapatkan bahwa Centro mampu memfiksasi nitrogen
antara 126 – 395 kg N/ha/tahun dengan rata – rata 259 kg N/ha/tahun. Hasil
penelitian Sumarsono (1985) produksi nitrogen lamtoro, Stylo-Cook, dan
Stylo-Verano dalam tumpangsari dengan jagung adalah 324,87; 123, 37; dan 499,53
kg/ha (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil Penelitian Berbagai Sistem Tumpang Sari
dengan Tanaman Pakan
Pola Tanam
|
Bijian Jagung
|
BK Pakan
Kasar
|
BK Hijauan Legume
|
BK Pakan Kasar +
Hijauan
|
Produksi Nitrogen Legum
|
Referensi
|
|
. . . .
. . . . . . (ton/ha) . . . . . . . . .
.
|
(kg/ha)
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
Setaria1 - Centro
|
-
|
4,39
|
2,25
|
6,64
|
180.18
|
Sumarsono
|
Setaria2 - Centro
|
-
|
4,36
|
2,62
|
6,98
|
176,45
|
(1983)
|
|
|
|
|
|
|
|
Jg - sendiri
|
1,95
|
3,17
|
-
|
3,17
|
-
|
Sumarsono
|
Jg - Lamtoro
|
2,28
|
2,83
|
1,13
|
3,96
|
324,97
|
(1985)
|
Jg - Stylo Cook
|
3,30
|
3,80
|
0,96
|
4,75
|
123,37
|
|
Jg - Stylo Verano
|
2,11
|
3,67
|
3,73
|
7,40
|
499,53
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Lamtoro - sendiri
|
-
|
-
|
8,77
|
8,77
|
253,18
|
Sumarsono
|
Jg - Lamtoro1
|
3,40
|
2,78
|
4,36
|
7,14
|
136,86
|
(1989)
|
Jg - Lamtoro 2
|
3,30
|
3,32
|
5,95
|
9,27
|
180,76
|
|
Jg - Sendiri
|
6,76
|
5,81
|
-
|
5,81
|
-
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Transfer
Hasil Fiksasi Nitrogen
Dalam pertanaman campuran rumput dan leguminosa,
fungsi utama leguminosa adalah sebagai sumber hijauan makanan ternak yang
berkualitas tinggi dan hasil fiksasi nitrogen dari udara dapat tersedia bagi
rumput yang tumbuh bersamanya (Middleton, 1981). Bukti-bukti telah banyak dilaporkan bahwa
tanaman non leguminosa menunjukkan kenaikan kandungan nitrogen apabila
ditumbuhkan bersama tanaman leguminosa (Whitney dan Kanehiro, 1967; Whitney dan
Green, 1969; Agboola dan Fayemi, 1972). Menurut
Virtanen (1963), hasil fiksasi nitrogen oleh tanaman leguminosa sebagian dirembeskan
ke media tumbuhnya. Sedangkan menurut Whitney dan Kanehiro (1967), pada
leguminosa yang tumbuh merayap, bagian daun yang gugur lebih penting sebagai
sumber penambahan nitrogen tanah daripada pencucian bagian tanaman atau
lepasnya bintil dan akar akibat tindakan defoliasi.
Menurut
Henzell dan Vallis (1975), cara mempertinggi transfer hasil fiksasi nitrogen
adalah menggunakan tanaman leguminosa sebagai pupuk hijau, atau mengembalikan
sebagian nitrogen kotoran ternak karena tanaman leguminosa digunakan sebagai
hijauan pakan (Whitehead, 1970). Permasalahannya adalah bahwa kebanyakan
tanaman biji – bijian yang tumbuh tinggi akan menaungi leguminosa yang tumbuh
bersama dibawahnya, akibatnya laju fotosintesis dan kemampuan fiksasi nitrogen
juga turun (Lawn dan Brum, 1974; Wahua dan Miller, 1978c ).
Ternak
yang digembalakan pada pastura campuran rumput dan leguminosa mengembalikan
sebagian nitrogen dari hijauan yang dimakan ternak melalui kotoran ternaknya
(Whitehead, 1970). Disinilah secara teoritis dimungkinkan bahwa nitrogen hasil
fiksasi oleh leguminosa dikembalikan ke tanah dan diserap oleh rumput.
Sedangkan menurut Whitney dan Kanehiro (1967), tanpa penggembalaan ternak juga
terjadi transfer nitrogen dari leguminosa kepada rumput dalam pastura campuran
tersebut. Peneliti disini menyimpulkan menyimpulkan bahwa pada Desmodium intortium dan Centro, bagian
daun yang gugur lebih penting sebagai sumber transfer nitrogen dibandingkan
pencucian bagian hidup tanaman atau lepasnya bintil dan akar akibat defoliasi.
Transfer nitrogen umumnya sangat kecil pada awal pertumbuhan leguminosa,
selanjutnya sangat tergantung dari frekuensi dan intensitas defoliasi, ada
tidaknya hewan dan iklim yang mempengaruhi imbangan antara fiksasi nitrogen dan
fotosintesa (Whitehead, 1970).
Sudah
lama Vicente – Chandler, Figarella dan Caro-Costas (1953), menyimpulkan adanya
hubungan positif antara produksi kudzu tropis (Pueraria phalseloides) dengan kadar protein kasar rumput mollasses
(Mellinis minutiflora). Produksi
rumput tidak akan tertekan oleh peningkatan produksi leguminosa di dalam
pertanaman campuran tersebut, karena peningkatan produksi leguminosa berarti
peningkatan hasil fiksasi nitrogen udara (Whitney et al, 1967).
Hasil
penelitian Whitney dan Green (1979), rumput pangola (Digitaria decumbens) yang tumbuh bersama Desmodium canum adalah setara dengan pemupukan 240 kg N/ha/tahun,
apabila bersama Desmodium intortum
setara dengan pemupukan 525 kg N/ha/tahun. Transfer nitrogen disini
diperkirakan sebesar 33% pada D. canum,
dan 20% pada D. Intortum. Menurut Akinola (1981), transfer nitrogen leguminosa Centro
52% pada pertanaman campuran Centro dengan rumput signal (Brachiaria decumbens).
Menurut
hasil penelitian Soedarmadi (1977) di Filipina, juga Sumarsono (1983) leguminosa
secara nyata meningkatkan produksi bahan kering dan menekan kadar serat kasar.
Centro yang digunakan disini meningkatkan kadar protein kasar, tetapi pada
presentase leguminosa Centro 27,41% belum diperoleh peningkatan produksi
protein kasar yang nyata.
KESIMPULAN
1. Pertanian berwawasan lingkungan mengembangkan sistem pertanian yang spesifik
lokasi berdasar kondisi agroekosistem penting pada usaha tani lahan kering yang banyak terletak
pada daerah berlereng dengan masalah erosi tanah.
2. Tindakan manusia terhadap tanah dan tanaman akan menentukan
produktivitas tanah sehingga perlu mencegah dan melindungi tanah dari segala
bentuk kerusakan, agar dapat diperoleh produksi yang tetap tinggi yang
berkelanjtan.
3. Pengembangan sistem pertanaman perlu melibatkan sumberdaya
tanaman pakan sehingga ternak menjadi sumber tambahan pendapatan, kotoran
sebagai pupuk organik dan memanfaatkan limbah tanaman pertanian sebagai pakan.
4. Intervensi tanaman pakan dalam sistem pertanaman melalui
pengaturan pola tanam tidak menekan hasil tanaman utama dalam sistem
tumpangsari dengan melibatkan leguminosa tanaman pakan yang sekaligus berfungsi
sebagai penutup tanah.
5. Efektivitas transfer hasil fiksasi nitrogen dengan
menggunakan tanaman leguminosa sebagai pupuk hijau, atau mengembalikan nitrogen
dari kotoran ternak karena tanaman leguminosa digunakan sebagai hijauan pakan
bersama jerami tanaman pangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agboola, A. A. dan A. A. A. Fayemi, 1972. Fixation and ecretion of nitrogen by tropical
legume. Agron. J. 64 (4) : 409-412
Ahmed, S. dan N. R. Rao, 1982. Performance of maize
soybean intercrop combination in the tropics result of a multi location
study. Field Crop Res. 5 : 147-161.
Beets, W. C. 1982.
Multiple cropping and Tropical Faring System. Grower Pub. Co. Ltd., Aldershot..
Donald, C. M. 1963. Competition among crop and pasture
plant. Adv. Agron. 15 : 1 – 118.
Francis, C. A. , M. Prager and G.
Tejada. 1982. Density interactions in tropical
intercropping. I. Maize (Zea
mays L) and climbing bean (Phaseolus
vulgaris L) Field Crops Res. 5 : 163-176.
Henzell, E. F. dan I. Vallis. 1975. Transfer of nitrogen between legume and other
crops. In A. Ayanaba and P. J. Dart
(Ed). Biological Nitrogen Fixation in
Farming System of Tropics. IITA. Johm Willey and Son, Ibadan.
Humphreys, L. R. 1979.
Tropical Pasture and Fodder Crops.
ITAS, Longman Group Ltd., London
Helsel, Z. R. dan W. F. Wedin. 1981.
Harvested dry matter from single and double cropping system. Agron. J.
73 : 895-900.
Kang, B. T., G. F. Wilson dan Sipkens. 1981.
Alley cropping maize (Zea mays L)
and Leucaena (Leucaena leucocephala
Lam) in southern Nigeria. IITA, Ibadan.
Middleton, C. H. 1981.
The role of legume in legume-grass pasture in the wet tropics. Trop. Grassl. 15 (2) : 119-120.
Mendoza, R. C., L. R. Escano and E.
Q. Javier. 1981. Corn leucaena intercropping trial. Leucaena Res. Report. 2 : 42-44.
Ofori, F. dan W. R. Stern.
1987. Cereal-legume intercropping
system. Ad. Agron. 41 : 41-89..
Saragih, B. 2000.
Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada dan PT Surveyor
Indonesia, Jakarta.
Soeriatmadja, S. 1981.
Ilmu Lingkungan. Penerbit ITB,
Bamdung.
Shelton, H. M. dan L.
R. Humphreys. 1979.
Undersowing rice (Oriza sativa)
with Stylosanthes guyanensis. Expl. Agric.
11 : 89-111.
Sitanala, A. 1983. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Faperta IPB,
Bogor (tidak dipublikasikan).
Sutanto, S. 2002. Pertanian Organik. Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Soedarmadi, H. 1977. Persistence of overseded Legume into Guinea
Grass (Panicum maximum Jacq) Pasture
and their Effect on Herbage Yield and Quality.
Thesis MS. UPLB, Los Banos.
Sumarsono. 1983.
Pengaruh Pupuk TSP, Pupuk Kandang dan Interval Pemotongan terhadap
Produksi dan Kualitas Hijauan Pertanaman Campuran Setaria splendida
Staft dan Centrosema pubescens Benth.
Thesis S2 Fakultas Pasca Sarjana
IPB., Bogor.
Sumarsono, 1985. Studi Pola Tanam Tumpangsari Tiga Jenis
Tanaman Hijauan Makanan Ternak dengan Varietas Tanaman Jagung Hibrida C1. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan UNDIP, Semarang.
Sumarsono, 1989. Pengaruh Kepadatan Populasi Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam) de Wit) Cunningham
terhadap Hasil Hijauan dan Jagung (Zea
mays L) pada Dua Pola Tanam Tumpangsari.
Disertasi Doktor. Fakultas Pasca
Sarjana IPB, Bogor.
Sumarsono.
1997. Simbiotik bakteri rhizobium
tanaman legum lamtoro pada dua jenis tanah dengan peningkat kesuburan pupuk
kandang. Prosiding Seminar INMT – AINI.,
Bogor.
Sumarsono. 2001.
Hasil hijauan setaria (Setaria splendida Staft) dalam pertanaman campuran dengan
sentro (Centrosema pubescens) yang menerima pupuk fosfat dan kotoran
ternak. J. Pengemb. Pet. Trop. Special Ed.: 129-136.
Widjajanto, D. W. dan
Sumarsono. 2005. Pertanian Organik. Badan Penerbit UNDIP, Semarang.
Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Akademika Persindo, Jakarta.
Hotel & Casino Wyndham – Casino - Mapyro
BalasHapusHotel & Casino Wyndham has a 광양 출장마사지 24-hour casino. It 시흥 출장마사지 is 이천 출장샵 owned 군포 출장샵 and operated by the Wyndham Casino group and 인천광역 출장안마 operated by Wyndham Entertainment,